Jamaika dan Reggae

shares

Reggae sangat terkait erat dengan tempat kelahirannya, Jamaika. Saat Cristopher Columbus menemukan Jamaika pada abad ke-15. Jamaika adalah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Pada abad ke-16 suku Arawak punah, karena kolonialisme Spanyol dan Inggris. Jamaika kemudian dipenuhi imigran budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula.

Perbudakan terus berlangsung hingga lebih dari dua abad. Hingga akhirnya pada 1838 praktek perbudakan dihapus. Tapi perdagangan gula dunia menurun.Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming) sederhana.

Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun melahirkan silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas Afrika di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas. Sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.

Album “Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film "The Harder They Come" (1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40.

Reggae pada awal kelahirannya begitu dekat dengan kaum miskin. Namun sekarang sudah menjadi musik yang mendunia. Hal itu karena reggae memiliki musik yang indah. Jika anda seorang pemula yang ingin mempelajari reggae, ada baiknya cobalah bermain drum reggae. Hentakannya berbeda dari musik lain. Jangan lupa beli drum elektrik atau manual untuk melancarkan proses belajar anda.

Related Posts