Perjalanan dan Persaingan Bisnis Burger King
![]() |
source: business insider |
Burger merupakan makanan yang digemari banyak orang karena
kepraktisannya. Kudapan ini terbuat dari roti bundar, irisan daging, sayur,
hingga keju. Burger juga tidak sulit ditemukan karena banyak dijual pada
jaringan restoran cepat saji di berbagai negara.
Salah satu jaringan restoran cepat saji yang menyajikan burger,
sebagai menu utama adalah Burger King. Restoran ini pertama kali dibuka pada
1954 di Miami Florida oleh James McLamore dan David Edgerton. Keduanya
merupakan alumni Cornell University School of Hotel Administration.
Pada 1953, sebelumnya Burger King bernama Insta Burger King.
Didirikan oleh Kieth J.Kramer dan Matthew Burns yang terinspirasi dari restoran
cepat saji McDonald’s, restoran ini memiliki alat Insta-Broiler untuk
memudahkan memasak daging burger.
Namun sayang, Insta Burger King mengalami kesulitan keuangan
sehingga diambil alih oleh James McLamore dan David Edgerton. Kemudian mereka
melakukan rebranding dari Insta Burger King menjadi Burger King.
James dan David ternyata memiliki insting bisnis yang cukup
tajam, mereka berhasil mengembangkan Burger King menjadi 40 lokasi pada 1955.
Dari 1961 hingga 1967, Burger King menjalankan sistem
kepemilikan pribadi. Setelah memiliki lebih dari 250 cabang dengan sistem waralaba,
Burger King dijual ke Pillsbury Company pada 1967.
Dalam meningkatkan citra produknya, Burger King melakukan
pemasaran dengan beriklan di televisi pada akhir 1960-an. Produk unggulan yang
sering ditonjolkan adalah Whopper, dengan slogan dan jingle “The bigger the
burger, the better the burger”.
Setelah akuisisi oleh
Pillsbury Company, Burger King membuka cabang di Kanada pada 1969. Kemudian
pada 1970, Burger King membuka 167 outlet baru dan mereka harus bersaing dengan
McDonald’s.
Pada tahun yang sama, McDonald’s membuka 249 restoran baru dan
meluncurkan program pemasaran "You Deserve a Break Today".
Tahun berikutnya, Burger King membuka 107 restoran baru,
sementara McDonald's membuka 384 restoran. Akhirnya McDonald's lah yang menjadi
market leader dan Burger King menjadi pemain kedua.
Pendapatan Burger King sempat menurun dan beberapa restorannya
terpaksa harus ditutup. Isu turunnya kualitas produk, hingga ketatnya
persaingan restoran siap saji semakin sengit. Tercatat pada 2002, Wendy’s
menyalip posisi Burger King.
Perang bisnis Burger King dan McDonald’s juga semakin memanas
ketika pendiri McDonald's Ray Kroc mendeklarasikannya. Persaingan keduanya
terlihat dari peniruan produk, hingga perang iklan yang saling menyindir.
Selama setengah abad Burger King telah empat kali berganti
kepemilikan. Hal ini sempat membuat pemilik franchisee resah. Di tangan Diageo
(sebuah perusahaan minuman beralkohol asal Inggris), membuat merek Burger King
semakin terpinggirkan.
Beberapa franchisee besar sempat memiliki performa buruk.
Peragantian kepemimpinan membuat hubungan franchisee dan franchisor kurang baik.
Para pemilik modal swasta mengaku, tidak sehatnya perusahaan
disebabkan kurangnya perhatian perusahaan induk yang sedang fokus pada bisnis
lain.
Pada Desember 2002, perusahaan investasi Amerika, Texas Pacific
Group (TPG) bekerjasama dengan Bain Modal dan Goldman Sachs, membeli jaringan
Burger King sebesar1,5 miliar dollar AS dari Diageo.
Kepemilikan baru Burger King melakukan penataan ulang seperti
manajemen perusahaan, peningkatan sumber daya, layanan pelanggan, efisiensi
waktu, dan semangat kerja.
Pemilik baru juga kerjasama dengan kreditor untuk membantu para
franchisee dalam merenovasi restoran.
Setelah empat tahun, TPG mengambil langkah strategis dengan menjual
saham burger King pada 2006. Tercatat, Burger King menghasilkan nilai
kapitalisasi sebesar 425 juta dollar AS dan sebagai IPO terbesar di Amerika
untuk kategori jaringan rumah makan.
Total pendapatan Burger King pada 2006, tumbuh 2.0 miliar dollar
AS dari 1.66 miliar dollar AS pada 2002. Laba bersihnya mencapai 2.7 juta
dollar AS dan 98 persen restoran Burger King sehat secara finansial.
Pada 2010, TPG menjual saham Burger King kepada 3G Capital
sebesar 3.26 miliar dollar AS. Saham tersebut dihargai 46 persen lebih tinggi
dari harga pasar, senilai 24 dollar AS per lembar saham.
Penjualan saham kepada 3G Capital, diharapkan dapat mengimbangi
persaingan Burger King dengan McDonald’s.
Tak lama, 3G Capital mengakuisisi penuh kepemilikan perusahaan dan menarik
saham dari publik. 3G Capital juga melakukan restrukturisasi pada Burger King
seperti penambahan menu baru hingga mengubah konsep outlet restoran.
Meski sudah sering berganti kepemilikan dan restrukturisasi,
Burger King menjadi merek restoran siap saji yang masuk dalam urutan 6 Top 10
Global Fast Food Chains versi Forbes. Restoran ini pada 2016 tercatat memiliki
pendapatan sebesar 4.1458 miliar dollar AS, dengan jumlah 15.738 outlet di 100
negara.